Renungan Minggu, 2 September 2018
Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai Integritas sebagai kehidupan manusia dengan mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan utuh, sehingga manusia memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Purwadarminta menyebut bahwa integritas sebagai kesempurnaan, kesatuan, keterpaduan, ketulusan. Dalam bahasa sehari-hari integritas merupakan keselarasan antara ucapan dan tindakan.
Melalui bacaan Injil hari ini, kita menggumulkan ajaran Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi dan murid-murid-Nya tentang pentingnya integritas dalam diri sehingga antara ritual, hati, perkataan dan perbuatan selaras. Keselarasan sebagaimana diajarkan Yesus itu oleh pemazmur disebut sebagai sebuah kesalehan (hidup yang tidak bercela).
Ciri hidup tidak bercela yang dapat dilihat dari sesama adalah: berlaku adil, mengatakan kebenaran dengan segenap hati, tidak menyebarkan fitnah, tidak berbuat jahat terhadap temannya, tidak menimpakan cela kepada tetangganya, memuliakan orang yang takut akan Tuhan, berpegang pada sumpah walaupun rugi, tidak meminjamkan uang dengan riba, tidak menerima suap (Mazmur 15:2-5a). Orang-orang yang berlaku demikian ini oleh pemazmur disebut sebagai orang-orang yang layak menumpang dalam kemah Tuhan dan berdiam di gunung Tuhan yang kudus (Mazmur 15:1).
Di sini tampak bahwa kesalehan personal saja belumlah cukup. Kesalehan personal harus bermuara pada praktik sosial. Praktik sosial merupakan aksi nyata yang berangkat dari penghayatan iman pada Allah dan ketaatan menjalankan firman-Nya. Oleh karena itu melalui pelayanan firman hari ini, umat diharap mampu memahami ajaran Yesus dan mewujudkan kehidupan sehari-hari yang selaras antara peribadatan, pikiran, perkataan dan perbuatan. (Dian Penuntun Edisi 26).
Tinggalkan Balasan