Renungan Minggu, 27 Juli 2014
Kita sangat terbiasa dengan segala bentuk perjanjian. Baik itu perjanjian tertulis maupun tidak tertulis. Relasi kita pun diikat dengan perjanjian. Perjanjian suami – istri, orang tua – anak, bisnis, dan lain sebagainya. Dasar dari perjanjian adalah kepercayaan. Dengan kepercayaan itulah seseorang mengambil keputusan tertentu dengan yakin dalam hidupnya. Namun, kita sering menjumpai bahwa perjanjian dapat dengan mudah dibatalkan karena ketidaktulusan dan kecurangan pihak lain; Perjanjian, yang seharusnya bersifat mengikat, dapat dengan mudah dihancurkan atau dibatalkan.
Hidup kita diikat dalam ikatan perjanjian antara Allah dan manusia: Ikatan perjanjian karya keselamatan Allah bagi dunia. Berbeda dengan perjanjian manusia, perjanjian dengan Allah adalah sebuah bentuk perjanjian yang tidak dapat dibatalkan. Ada satu pihak yang dapat diandalkan dalam ikatan perjanjian tersebut. Pihak itu adalah Allah, yang tidak akan pernah ingkar dan membatalkan perjanjian. Ikatan itu dibawa dalam rencana dan rancangan Allah yang menghasilkan berkat bagi kehidupan. Untuk itu, umat diajak menghayati hidup dalam Allah sebagai umat perjanjian. Terus berpaut pada Allah dalam segala situasi, termasuk dalam situasi penderitaan dan kesesakan, sebab Ia tetap setia pada perjanjian-Nya dan memberi kelegaan. Mari kita menggalinya dari bacaan kita di hari ini.
(Dian Penuntun edisi 18, halaman 61-62).
Tinggalkan Balasan