Renungan Minggu, 2 Maret 2014 – Transfigurasi
“Kemuliaan” berasal dari kata dasar “mulia”. Kata “mulia” sendiri kalau kita lihat artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, antara lain bisa berarti: tinggi (misalnya: tinggi kedudukan, pangkat atau martabatnya), luhur (misalnya: luhur budinya). Tentu adalah keinginan banyak orang untuk menjadi mulia, karena dengan menjadi mulia orang akan dihargai dan dihormati, dan kebutuhan untuk dihargai ini – menurut Maslow – adalah kebutuhan yang dimiliki oleh setiap orang.
Sayangnya, banyak orang yang menitikberatkan kemuliaan hanya dari segi harta dan kedudukan saja (“harta dan tahta”), dan itulah yang kemudian mereka kejar. Mereka berusaha untuk menjadi orang kaya, berkedudukan tinggi, dan berkuasa. Banyak cara yang mereka lakukan untuk mendapatkan kemuliaan yang seperti itu. Sayangnya lagi banyak orang yang memakai cara-cara yang tidak mulia; cara-cara yang kotor dan tidak baik untuk mendapatkan semua itu (kekayaan, kedudukan, kekuasaan). Mereka mengabaikan sisi lain dari kemuliaan yang justru lebih penting, yaitu martabat dan keluhuran budi. Fenomena semacam inilah yang agaknya tengah terjadi di masyarakat kita.
Sebagai orang Kristen, kita harus memiliki pemahaman yang benar mengenai kemuliaan dan hidup mulia, agar kita dapat memuliakan Tuhan yang mulia dalam hidup kita. (Dian Penuntun edisi 17, halaman 181-182).
Tinggalkan Balasan