Renungan Minggu, 14 Januari 2024
Sebagai umat Tuhan yang mempunyai keinginan untuk lebih bersungguh-sungguh mengikuti Tuhannya, seseorang perlu pertama-tama bersyukur bahwa masih memiliki keinginan tersebut. Sekalipun demikian, kita perlu menggali lebih dalam terkait keinginan tersebut. Dari manakah asal keinginan itu? Apakah kita mampu mengakui bahwa sejatinya kita tidak berkeinginan sedalam itu?
Dalam kenyataan sehari-hari, kita kerap menemukan berbagai pergumulan yang bertolak belakang dengan harapan kita secara pribadi maupun bersama. Ketika hal tersebut terjadi, tidak jarang kita larut dalam harapan baru yang sebenarnya lebih dikendalikan oleh hal-hal yang umumnya tersedia di masyarakat dan budaya yang berkembang di dalamnya. Budaya yang dimaksud berkaitan dengan media sosial, pesatnya perkembangan teknologi, anomali-anomali nyata yang berpotensi menggerus motivasi dan arah hidup mendasar yang sudah dibangun dalam iman kepada Tuhan. Kondisi ini pun turut menguatkan sebuah pertanyaan apakah memang kita secara konsisten masih mencari keinginan Tuhan?
Salah satu faktor penting yang menentukan terkait keinnginan kita mencari Tuhan adalah pemahaman mendasar tentang pola pandang atau penghayatan kita terhadap diri kita sendiri, di dalam relasi kita dengan Tuhan. bagi kita yang sudah memiliki pola pandang atau penghayatan tersebut, maka kita mengakui bahwa benar-benar hidup kita ini adalah milik Tuhan dan memberi kebebasan Tuhan untuk mengendalikan hidup kita. Hal ini tentu memerlukan upaya keras dan fokus dari kita semua.
Keadaan dunia yang berlomba-lomba memproduksi kenyamanan lebih menambah beratnya tantangan bagi kita untuk mengangkat berbagai slogan klasik seperti “Don’t be so easy on yourself, it said”, karena slogan semacam ini menjadi tidak menarik. Slogan yang lebih laku adalah “Kalau hidup bisa dibuat mudah mengapa harus dipersulit!” Kenyataan hari ini, para orangtua yang memarahi anak berimbang dengan anak yang memarahi orangtua. Jangan-jangan yang semakin terbiasa dengan kenyamanan bukan hanya anak-anak kita tetapi juga orang-orang dewasa. Hal semacam ini turut mempersempit celah agar dapat masuk dalam keinginan Tuhan itu.
Dalam tafsiran kali ini, kita bisa melihat faktor penentu yang menggerakkan adalah “inner-calling” atau panggilan batin yang merunjuk pada suara dalam diri seseorang yang mengarahkan mereka untuk mengikuti atau menjalani tujuan hidup yang lebih tinggi, atau untuk mengekpresikan diri secara otentik. Merupakan faktor yang mendorong individu untuk mengikuti jalan yang benar bagi mereka, terlepas dari tekanan sosial atau ekspektasi luar. Demikian pula faktor-faktor pendukung seputar hidup kita, bisa berupa keluarga, orang yang kita anggap keluarga maupun sahabat atau teman karib yang pada kenyataannya merupakan “inner circle” kita. (Dian Penuntun Edisi 37).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- NKB 42:1-3
- NKB 140:1,3
- PKJ 200 (2x)
- MAZMUR 139
- NKB 139 (2x)
- NKB 202:1,4
Tinggalkan Balasan