Renungan Minggu, 22 Juli 2012
Dalam perang kemerdekaan Amerika Serikat, suatu hari satu batalyon pasukan Amerika terjebak di sungai. Mereka memutuskan untuk membuat jembatan darurat. Sersan, yang memimpin regu pembangunan jembatan, segera memerintahkan para prajurit untuk bekerja keras. “Cepat! Cepat!” Teriak Sersan sambil berkacak pinggang di atas batu. Pekerjaan itu terhambat ketika sebuah balok kayu besar sulit untuk diangkat. Sang Sersan semakin garang. Ia mengayunkan tongkat komandonya, memukul para prajurit serampangan dan berteriak “Bodoh! Cepat!”.
Tiba-tiba dari kejauhan sekelompok penunggang kuda mendekat. Ketua kelompok itu menyapa sang Sersan dan bertanya : “Ada apa?” Sersan itu menceritakan kesulitan mendorong dan memindahkan balok kayu besar itu. Sang penunggang kuda segera turun dan bertanya, “Boleh saya membantu?”. “Boleh” jawab sersan itu. Maka sekarang dengan tambahan beberapa tenaga dari sang penunggang kuda dan teman-temannya, balok itu terangkat, dipindahkan dan dipasang pada tempatnya.
Sang sersan berterima kasih atas bantuan dari sang penunggang kuda. Dengan tersenyum, penunggang kuda itu menjawab, “Tidak masalah. Kalau butuh bantuan lagi hubungi saja saya … nama saya GEORGE WASHINGTON, Komandan tertinggi pasukan kemerdekaan Amerika Serikat”. Sersan itu terdiam.
Berbela rasa dengan orang yang kita kasihi, itu masih mudah. Berbela rasa dengan keluarga kita, itu masih mudah. Tetapi, berbela rasa dengan bawahan kita? Dengan orang asing? Apalagi dengan musuh kita?
Tinggalkan Balasan