Renungan Minggu, 5 Januari 2025
Kuasa telah lama menggoda manusia. Sebab dengan punya kuasa maka ada banyak keinginan yang mudah terlaksana. Tidak heran manusia berlomba untuk mencari, mendapatkan, merebut, mempertahankan serta menambah kekuasaannya. Sebaliknya, tunduk dan melayani sebisa mungkin harus dihindari!
Nafsu berkuasa tidak hanya dalam perkara duniawi. Ini bisa terjadi juga di ranah spiritual. Sebutan anak-anak Allah atau anak Tuhan sering dimaknai sebagai cara untuk mendapatkan hak-hak istimewa. Benar, dalam pemahaman tertentu keistimewaan itu melekat.
Namun, bukan dalam pemahaman kesenangan pribadi. Hak menjadi anak-anak Allah justru membawa kita terlibat dalam karya agung Allah itu sendiri.
Hak menjadi anak-anak Allah bukan karena usaha kita. Ini semata-mata anugerah dari Allah. Allahlah yang memilih! Allah memilih bukan hanya sekedar memilih.
Ia memilih karena Ia mempunyai maksud dengan pilihan-Nya itu, yaitu supaya pilihan-Nya itu hidup kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya. Pilihan Allah itu berkaitan erat dengan tugas panggilan.
Oleh karena itu pilihan tersebut tidak boleh dipandang sebagai “hadiah” untuk kenyamanan dan kemuliaan diri sendiri. Kita di beri hak menjadi anak-anak Allah bukanlah untuk memperoleh hak-hak istimewa.
Pilihan Allah itu dimaknai sebagai anugerah yang harus kita pakai untuk kemuliaan Allah. Sama seperti Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa yang memaknainya dengan ketaatan penuh sampai mati di kayu salib.
Ketaatan yang demikian dimengerti dalam Injil Yohanes sebagai jalan kemuliaan: Kemuliaan bagi Sang Bapa maupun Sang Anak yang menjalankan tugasnya sampai paripurna. (Dian Penuntun Edisi 39).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 129:1-3
- KJ 467:1-3
- PKJ 136 (2x)
- Mazmur 147:17-20
- KJ 393:1-3
- Raja Damai Lahir
Tinggalkan Balasan