Renungan Minggu, 4 November 2012
Di zaman sekarang ini orang sangat sulit mendengarkan dengan baik. Padahal manusia pada umumnya diberi kemampuan oleh Tuhan untuk mendengar suara dengan baik. Ia dapat mendengar suara hingga frekuensi dari minimal 300 Hz sampai maksimal 22.000 Hz. Hambatan untuk mendengar tentunya bukanlah persoalan pancaindra, tetapi karena orang terbiasa hidup dalam keriuhan yang terjadi di luar dan di dalam diri mereka. Akibatnya, apa yang didengar itu begitu saja berlalu dalam sekejap.
Dalam kaitannya dengan iman kepada Tuhan maka ‘mendengarkan’ adalah usaha untuk menyimak perkataan Tuhan. Mendengarkan adalah kualitas hidup menaati Tuhan dengan kasih dalam ketenangan. Di dalam ketenangan, apa yang kita dengar itu meresap menjadi bagian dalam diri kita. Ketenangan tidak saja membuat kita memahami kata-kata, tetapi juga menghayati dan mengimaninya. Tak perlu buru-buru menyepakati atau menolak ucapan. Bila kita bersedia mendengarkan, kita akan mendengar banyak hal yang tak terucapkan lewat kata-kata.
“Syema Israel” … “Dengarlah, hai orang Israel”, begitulah kata-kata pembuka sebelum Allah menyampaikan firman-Nya kepada umat Israel. Kata-kata ‘dengarlah’ dari Allah tentunya bukanlah sekedar untuk menarik perhatian mereka. Allah ingin mereka mengerti, memahami dan patuh. Allah ingin mereka “mendengar dengan sungguh-sungguh dan taat”. Apa yang mereka akan dengar adalah sesuatu yang sangat penting. Ulangan 6:4 adalah rumusan singkat dan padat pengakuan Israel. Pengakuan iman yang prosesnya dimulai dengan memerintahkan umat untuk ‘mendengar’ lebih dulu Tuhan. Yesus mengatakan itu adalah hukum yang terutama dari seluruh hukum Taurat. Hukum itu kini diperdengarkan kembali kepada kita.
Saat ini kita diajak untuk mendengarkan apa yang telah didengar oleh umat Allah pada waktu dulu. Karena itu, HAI UMAT, DENGARLAH!
Tinggalkan Balasan