Renungan Minggu, 20 Oktober 2013
Istilah ‘gigih’ diartikan sebagai ‘tetap teguh pada pendirian’. Seorang yang gigih pastilah punya prinsip dan tujuan hidup yang jelas dan kuat. Dalam dunia kerja kita menjumpai banyak sekali orang yang punya tujuan, target, nilai teguh yang terus diperjuangkan. Orang-orang yang demikian menjadi pekerja keras yang rela hidup prihatin, mengikat erat pinggangnya demi menggapai cita-cita. Ada banyak orang dengan tipe seperti demikian di dalam gereja. Namun, kegigihan dalam dunia kerja/usaha menjadi kurang berarti jika tidak didasari oleh kegigihan dalam hidup beriman.
Identitas kita sebagai gereja di tengah banyaknya ‘gereja’ dan identitas sebagai gereja di tengah masyarakat – yang penuh tantangan – menjadi hal yang perlu terus diinfiltrasikan dalam kehidupan anggota jemaat. Sebab jika tidak, kita akan menjadi pedagang-pedagang atau pengusaha-pengusaha gigih, sukses, yang nan pragmatis.
Segala sesuatu yang bersangkut paut dengan prinsip hidup beriman ditakar dengan prinsip ‘apa gunanya dan apa untungnya bagiku’. Dampaknya, orang rela hidup prihatin demi menggapai cita-cita, namun sulit menahan diri untuk memperjuangkan pertumbuhan iman dalam hidup. Atau, menjadi pelajar-pelajar yang sukses, namun beriman ciut dan gagap menghadapi masyarakat; menjadi pegawai-pegawai loyal yang tidak punya ‘sisi terang dan asin’ sama sekali.
Atau menjadi anggota jemaat yang rajin beribadah, namun diombang-ambingkan oleh berbagai rupa pengajaran dan spiritualisme egoistik yang sedang marak. Kegigihan kita pada dasarnya harus diinfiltrasi dengan nilai iman. Artinya kita perlu mengarahkan tujuan, nilai dan pola hidup anggota jemaat, sehingga anggota jemaat juga gigih membahasakan iman dalam kehidupan.
Tinggalkan Balasan