Renungan Minggu, 12 September 2010
Dosa adalah bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang tidak berdosa. Sebagai gereja, kita bahkan mencantumkan kesadaran akan keberdosaan ini di dalam liturgi kita. Ketika kita menyatakan pengakuan dosa di dalam setiap ibadah minggu, bukankah itu sebenarnya sebuah kesadaran akan keberadaan manusia yang tidak pernah bisa lepas dari dosa?
Kenyataan ini sungguh bertentangan dengan kehendak Tuhan. Ia begitu mengasihi ciptaanNya, namun Ia begitu membenci dosa. Akibat dosa, kasih dan keadilan Tuhan menjadi sebuah konsep yang rumit. Rumit karena di satu sisi kasih Tuhan tidak menghendaki maut, yang merupakan konsekuensi dosa, sedangkan di sisi lain, keadilan Tuhan tidak akan membiarkan dosa menguasai kehidupan manusia begitu saja. Bagaimana kita menyikapi hal ini? Apakah keyakinan kita bahwa Tuhan mengampuni dosa lalu membolehkan kita berbuat dosa sesuka hati? Apakah keyakinan kita bahwa Tuhan menghukum pendosa lalu membuat kita kehilangan harapan? Bagaimana kita harus bersikap di antara dua ketegangan ini, antara kesadaran dan keberdosaan kita dan kesadaran akan kasih pengampunan Allah, dengan sepatutnya?
Ketika kedua unsur ini bertemu: manusia yang berdosa dan pertobatan, hasilnya adalah sukacita. Sukacita itu dirasakan Musa karena pengampunan Tuhan, dan yang dibahasakan pemazmur dengan ungkapan: “Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali” (ayat 10); hal yang dinyatakan Paulus lewat kesaksian hidupnya, dan yang ditegaskan oleh Yesus melalui perumpamaan-perumpamaanNya.
Leksionari Alkitab:
- Keluaran 32:7-14
- Mazmur 51:1-10
- 1 Timotius 1:12-17
- Lukas 15:1-10
Nyanyian Jemaat:
- KJ 2:1-3
- PKJ 58:1,3
- KJ 27:1,2,5
- KJ 292:1,2
- PKJ 143
- KJ 426:1,4
Tinggalkan Balasan