Renungan Minggu, 21 Mei 2023 – Paskah VII
Sejak tahun 2020 yang lalu, kata “karantina” sudah menjadi akrab dengan keseharian kita. Saat ini mungkin karantina tidak sepopuler beberapa tahun lalu, namun ada hal menarik yang dapat kita pelajari bersama soal karantina.
Kata “karantina” berasal dari Bahasa Venesia abad ke-14 sampai ke-15, quarantena yang artinya empat puluh hari. Kata ini terbentuk pada masa pandemi wabah hitam atau black death di Eropa. Saat itu ada kewajiban bagi para pelaut untuk mengisolasi diri selama empat puluh hari untuk memastikan bahwa mereka tidak membawa wabah. Setelah itu barulah mereka dapat kembali ke masyarakat. Dari situlah kata karantina berasal.
Mengisolasi atau menarik diri adalah gagasan yang penting dari karantina. Gagasan soal kerantina itu juga dapat kita lihat dalam bacaan pertama teks leksionari Minggu ini, Kisah Para Rasul 1:6-14. Murid-murid berkumpul, menarik diri, serta bertekun dalam doa menantikan pencurahan Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus menjelang kenaikan-Nya ke surga.
Teladan doa para murid inilah yang kemudian menjadi dasar bagi tradisi doa menjelang Pentakosta. Di GKI, tradisi ini biasanya disebut Pekan Doa Pentakosta atau Pekan Doa Pra-Pentakosta, yakni masa doa setelah Kenaikan Yesus Kristus dan sebelum Pentakosta. Ada jemaat GKI yang melaksanakannya selama delapan hari tanpa hari Minggu, ada juga yang melakukannya selama Sembilan hari, bahkan ada juga yang mengadakannya selama sepuluh hari,
Tradisi ini juga dikenal dengan nama Doa Novena Pentakosta (Lat., novena: kesembilan)
Karantina dan doa adalah dua hal yang akan menjadi fokus kita dalam rancangan khotbah Minggu Paskah VII ini. Minggu ini berada dalam masa Pekan Doa Pentakosta atau Doa Novena. Karena itu, sangat baik jika khotbah Minggu ini membicarakan tentang doa untuk mengajak umat juga menghidupi tradisi Doa Novena bahkan hidup dalam doa setiap hari sekaligus menjadikan doa sebagai kesempatan menyatu dalam rangkulan Allah untuk mensyukuri setiap kebaikan-Nya dan memulihkan jiwa yang lelah.
Abraham Heschel seorang ahli Kitab Suci Yahudi, mengatakan, “Doa memperjelas harapan dan niat kita. Ia membantu kita menemukan harapan sejati kita, kepedihan yang kita abaikan, kerinduan yang kita lupakan, Doa adalah tindakan pemurnian diri, karantina bagi jiwa.”. (Dian Penuntun Edisi 35).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 4:1,2,6
- KJ 453:1-3
- NKB 189:1-2
- Mazmur 68:2-11; 33-36
- NKB 132:1-3
- PKJ 212 (2x)
Tinggalkan Balasan