Renungan Minggu, 2 Agustus 2015
Kesatuan jemaat adalah pergumulan gereja sejak awal. Gereja yang terdiri dari orang-orang yang berlatar belakang dan berperilaku berbeda mempunyai potensi besar mengalami perpecahan. Dalam pergumulan untuk kesatuan inilah karya Kristus menjadi pondasi yang kokoh, sebab di dalam-Nya kasih kepada semua manusia menjadi nyata. Di dalam penerimaan Kristus terhadap setiap manusia, maka penerimaan orang terhadap orang lain – yang tentu saja berbeda – menemukan landasannya.
Di dalam Kristus pula tersedia beragam karunia untuk pelayanan. Keragaman karunia ini tentu saja berguna untuk memperlengkapi jemaat dalam melayani. Namun, keragaman ini juga seringkali menjadi salah satu pemicu perpecahan di tengah kehidupan bergereja. Ketidakdewasaan yang mewujud dalam perasaan lebih unggul dari orang lain hanya karena mempunyai karunia tertentu – adalah sebuah ironi. Karunia-karunia diberikan oleh Kristus karena kemurahan-Nya, bukan sebagai penghargaan atau prestasi. Kesombongan diri yang merusak kesatuan komunitas sesungguhnya adalah pengingkaran diri terhadap Kristus yang seharusnya bertahta di dalam hati.
Keberagaman karunia di dalam jemaat adalah bukti penyertaan Kristus. Di dalam keragaman itu kasih dan kuasa Kristus mewujudnyata. Kristus memperlengkapi jemaat dan mengutusnya. Setiap perlengkapan yang diberikan Kristus, bukan piranti untuk menyombongkan diri, tetapi untuk melayani sesama dan dunia.
Kesatuan jemaat menjadi hal yang penting ketika kita berbicara tentang bagaimana setiap orang percaya diperlengkapi dengan pelbagai karunia, dan diutus untuk melayani. Apabila terjadi perpecahan di dalam jemaat, bagaimana mungkin anggotanya bisa dipersiapkan secara maksimal untuk melayani? Apabila jemaat hidup dalam konflik, mungkinkah pengutusan untuk melayani dunia ini terjadi?
(Dian Penuntun Edisi 20).
Tinggalkan Balasan