Renungan Minggu, 1 November 2015
Ibadah adalah hidup manusia. Dalam semua aspek kehidupan manusia membaktikan dirinya kepada Allah. Jika pemahaman ini ada dalam diri setiap anggota jemaat GKI, mestinya kehidupan umat tertuju kepada Allah, sebab Ia adalah pusat dari kehidupan umat. Pemahaman bahwa ibadah hanya pada saat umat hadir dalam peribadatan di hari Minggu, atau dalam peribadatan-peribadatan yang lain, merupakan pemahaman yang sempit tentang ibadah. Lalu, apa makna ibadah Minggu yang dilakukan umat, bila ibadah adalah keseluruhan hidup umat?
Kita sering mendengar kata Sunday Service. Kata ini mengajak kita membayangkan sebuah upaya perbaikan (service) di bengkel. Ibadah Minggu yang dijalani semacam ‘service’ bagi kehidupan kita. Hasil karya sebuah bengkel dibuktikan saat kendaraan hasil service berjalan dengan baik di jalanan. Ibadah yang bermakna adalah ibadah yang dilanjutkan dalam kehidupan sehari-hari.
Disini jelaslah kiranya bahwa peribadatan Minggu, atau peribadatan umat dilakukan dalam rangka menjadikan umat memiliki semangat, kemampuan, dan kehidupan sehari-hari yang tertuju pada Allah. Mengapa demikian? Sebab, pada hakikatnya Allah adalah Pencipta umat. Ia sendiri yang memanggil umat beribadah kepada-Nya. Undangan Tuhan itu, dalam pola liturgis kita, disebut dengan katabatis.
Allah memanggil umat merespons. Melalui pengorbanan Kristus kita mendapat kelayakan untuk beribadah, untuk hidup di dalam Dia. Oleh karena itu, melalui perenungan Firman hari ini, umat menghayati karya penebusan Kristus yang menyucikan dan melayakkan untuk umat beribadah kepada Allah dan mengasihi manusia. (Dian Penuntun Edisi 20).
Tinggalkan Balasan