Renungan Minggu, 25 Januari 2015 – Minggu III setelah Epifani
Pengampunan, pertobatan, dan menjadi pengikut Kristus adalah sebuah pengajaran yang tidak pernah usang dalam penghayatan (kehidupan) iman Kristen kita. Tetapi, pengampunan Allah yang begitu besar sering kali ditanggapi dengan tindakan “murahan”, ketika kita tidak menganggap hidup pertobatan perlu diperhatikan dengan serius dan sungguh-sungguh. Kasih Allah sepertinya justru memudahkan kita untuk semakin “berjaya” dalam kejahatan dan dosa, dengan asumsi: toh nanti Allah yang Mahakasih itu mengampuni.
Kalaupun orang mau bertobat (berubah dan meninggalkan kejahatannya) seringkali hal itu dilakukan dengan sikap takut: takut neraka, atau takut dihukum, bukan karena perubahan (ke kehidupan baru) itu adalah sebuah keputusan yang menggembirakan dan menyenangkan. Apakah seseorang dapat hidup dalam pertobatan yang sesungguhnya jika ia selalu merasa ketakutan?
Tindakan mengikut Kristus seringkali hanya dimaknai sebagai memeluk agama Kristen, atau telah menerima sakramen baptisan. Ketiga hal yang penting dalam kehidupan iman Kristen di atas sering kali diwujudkan dengan cara dan motivasi yang tidak tepat, sehingga panggilan pertobatan, pengampunan dan hidup mengikut Kristus kehilangan maknanya yang sejati, yaitu sebagaimana yang dikehendaki Kristus, yang tampak pada saat Ia memanggil para murid dahulu.
Bacaan saat ini-minggu ketiga sesudah peristiwa Epifani- mengajak kita untuk memaknai (kembali) panggilan Yesus untuk hidup dalam pertobatan, dan mengikut Dia, seperti yang Ia kehendaki. Ketika Ia memanggil, Ia sendiri telah menunjukkan hidup seperti apa yang Ia tawarkan kepada kita. Marilah kita menghayati dan memaknai (kembali) panggilan Yesus ini di dalam cinta-Nya. (Dian Penuntun – Edisi 19).
Tinggalkan Balasan