Renungan Minggu, 31 Maret 2013 – Paskah
Sikap umat Kristen sering berada di antar dua ekstrim, yaitu menolak dan mencurigai semua upaya ilmu pengetahuan, atau sebaliknya: menerima setiap kebenaran, asalkan dengan label “ilmu pengetahuan”. Sikap umat yang menolak dan mencurigai semua upaya ilmu pengetahuan, disebabkan karena menganggap kebenaran Allah hanya dinyatakan dalam kitab suci (baca: Alkitab). Mereka menutup mata terhadap karya Allah yang terjadi dalam dunia ilmu pengetahuan. Seakan-akan, perkembangan dan hasil-hasil ilmu pengetahuan terjadi di luar kendali kuasa Allah. Sebaliknya, ada pula umat yang senantiasa menerima setiap kebenaran yang memiliki label ilmu pengetahuan. Akibatnya, mereka terlalu cepat meragukan semua hal yang disaksikan Alkitab.
Mereka tidak menyadari bahwa ilmu pengetahuan juga mengandung keterbatasan dan kelemahan-kelemahan tertentu. Ilmu pengetahuan hanya mampu menyelidiki berbagai hal yang sifatnya fisik, atau unsur yang kelihatan secara inderawi. Bagaimanakah kedua sikap tersebut dalam memandang kisah kebangkitan Kristus? Sikap yang pertama jelas menghasilkan respon menolak seluruh upaya para ahli ilmu pengetahuan untuk menyelidiki kebenaran kisah kebangkitan Kristus. Mereka hanya berpegang kepada kesaksian Alkitab, dengan pengertian “menurut pola penafsirannya sendiri”. Sedang sikap yang kedua akan menghasilkan yang sebaliknya, yaitu umat meragukan, bahkan mungkin menolak, kesaksian Alkitab, dan hanya memercayai apa yang dikatakan oleh para “ilmiawan” tentang kebangkitan Kristus.
Kita tidak dapat melarang pengembangan ilmu pengetahuan. Bahkan, seharusnya gereja mendorong pengembangan dan penelitian ilmu pengetahuan, tetapi dengan suatu kesadaran bahwa tidak setiap misteri yang non-fisik, yaitu yang supranatural dan ilahi, dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Tepatnya, ilmu pengetahuan juga perlu bersikap rendah-hati agar tidak pongah dan menganggap hasil-hasil penelitian mampu menyingkap semua aspek kebenaran, termasuk kebenaran ilahi. Misteri kisah kebangkitan Kristus tidaklah dapat ditelit dengan metode ilmu pengetahuan yang hanya mengandalkan pembuktian secara empiris-fisikal. Sebab, kebangkitan Kristus merupakan peristiwa ilahi yang hanya dapat dipahami dalam iman. Sebaliknya, perlu disadari pula bahwa makna suatu kesaksian Alkitab dipengaruhi pula oleh latar-belakang yang dimiliki para pembaca atau penafsir Alkitab.
Karena itu, penafsiran seseorang atau sekelompok umat tidak senantiasa mencerminkan pandangan keseluruhan umat. Penafsiran ayat dan perikop ditentukan oleh konteks pembaca atau penafsir Alkitab. Karena itu, tidaklah bijaksana jika tafsiran seseorang, atau sekelompok orang dipaksakan dan dianggap paling benar daripada tafsiran orang lain, atau kelompok yang berbeda. Kebenaran hanya dapat diperoleh melalui kesediaan untuk belajar bersama antara seseorang dengan sesamanya, antara suatu kelompok dengan kelompok lain. Antara umat beriman dengan para ilmiawan yang beriman. Jadi, kebenaran akan dialami bersama jikalau didasari sikap yang haus mencari kebenaran, tetapi senantiasa rendah-hati dan menyadari keterbatasannya masing-masing.
Tinggalkan Balasan