Renungan Minggu, 20 September 2015
Memilih salah satu diantara dua pilihan tidak selalu mudah. Ada banyak tantangan yang biasanya akan kita hadapi. Salah satu tantangan terbesar adalah kecenderungan kita untuk bersikap kompromistis, baik dengan memilih keduanya, tidak memilih sama sekali, atau memilih “jalan tengah” diantara kedua pilihan yang ada. Kecenderungan semacam ini muncul karena kita ingin menyenangkan semua pihak, atau tidak ingin “menyakiti” salah satu pihak. Lagipula, oleh masyarakat kita, seseorang yang berhasil menemukan “jalan tengah” seringkali dipuji sebagai seorang yang “bijaksana”.
Namun demikian, tidak semua pilihan dapat dikompromikan. Dalam hidup kita ada banyak pilihan-pilihan penting yang menuntut sikap yang tegas, yaitu memilih salah satu, bukan mengambil jalan tengah. Misalnya, dalam memilih pasangan hidup. Seorang gadis yang dipinang oleh dua orang pria hanya boleh menerima satu dari dua pinangan tersebut. Mungkin saja kedua pria itu sama-sama memenuhi kriteria yang diharapkannya sebagai pasangan hidupnya. Mereka berdua adalah pria-pria yang baik hati, berwajah tampan, sukses dalam pekerjaan. Namun, untuk mendapatkan salah satu pria ini sebagai pasangan hidupnya, sangat mungkin ia justru akan kehilangan kedua-duanya.
Ketegasan juga diperlukan pada waktu kita dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang menyangkut etika dan moral. Misalnya, ketika kita harus memilih antara menaati hukum atau menyuap penegak hukum. Dalam hal ini kita dihadapkan kepada pilihan yang kontradiktif – dua pilihan sikap yang saling berlawanan – sehingga kita harus memilih salah satu.
Sebagai seorang Kristen, sesungguhnya kita tahu bahwa kita harus memilih sikap dan tindakan yang sesuai dengan iman kita. Sikap yang kita pilih haruslah selaras dengan prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, kejujuran, serta nilai-nilai luhur lain yang kita pegang sebagai murid Kristus. Namun, pada kenyataannya tidak mudah bagi kita untuk bersikap seperti itu. Tantangan yang kita hadapi dalam hal ini adalah keinginan kita untuk membuat hidup lebih gampang dan lebih menyenangkan. Karena itu, tidak sedikit orang Kristen lebih memilih menyuap penegak hukum daripada menaati hukum. (Dian Penuntun Edisi 20).
Tinggalkan Balasan