Renungan Minggu, 6 Juni 2010
Di ambang batas artinya suatu tingkatan batas yang masih dapat diterima atau ditoleransi; tetapi juga bisa berarti ’menjelang batas’ bahwa sebentar lagi atau sejengkal lagi sudah berpindah ke batas atau wilayah lain. Sedikit lagi kondisi kita bisa berubah. Sehingga kita sering mendengar kata perusahan itu di ambang kehancuran, (belum hancur tetapi sedikit lagi akan hancur) gereja itu di ambang perpecahan (belum pecah sedikit lagi akan pecah) – suatu kondisi yang buruk/negatif.
Hidup manusia di dalam dunia selalu berada di antara dua kondisi yakni kehidupan dan kematian. Di antara senang dan susah, antara kekuatan dan kebinasaan. Antara sehat dan sakit, dan seterusnya. Tidak ada seorang dalam dunia yang terus menerus hidup, atau terus menerus senang atau terus menerus kuat, sehat … ada kalanya kondisi kita bisa berubah sewaktu-waktu. Kita tidak tahu kalau kita sudah berada di ambang batas; di ambang kematian, di ambang kesusahan, di ambang sakit, di ambang kehancuran, di ambang kedukaan.
Pembacaan leksionari hari ini mau mengingatkan kita bahwa manusia dalam kondisi yang tidak berdaya. Manusia selalu berada di ambang batas kematian. Artinya kematian tiba-tiba dapat menimpa hidupnya. Siapapun dia; tua-muda, kaya-miskin, terpelajar–tidak, golongan bangsawan – rakyat biasa. Manusia berada di ambang batas kesulitan, kesusahan, kesedihan (kesedihan janda di sarfat dan kesedihan janda di Nain). Bahkan manusia berada di ambang batas kebinasaan (seperti Paulus tatkala berjumpa dengan Kristus).
Tetapi Tuhan yang melintasi batas. Tuhan mengatasi pergumulan dan kesulitan kita tatkala kita sedang di ambang batas ketidakberdayaan. Itu Tuhan lakukan karena Tuhan memiliki belas kasihan kepada kita. Seperti yang dikatakan dalam Injil Lukas 7:13: “tergeraklah hati Yesus oleh belas-kasihan”. Bagaimana sikap kita akan karya dan kasih Tuhan ini? Kiranya kita mampu meresponinya dengan baik.
Tinggalkan Balasan