Renungan Minggu, 29 November 2015 – Minggu Adven I
Adven dapat disimbolkan dengan dua wajah yang melihat ke dua arah. Penglihatan pertama tertuju ke arah belakang. Simbol ini hendak berbicara tentang tindakan ajaib Allah di dalam kelahiran seorang bayi di Betlehem yang kelahiran-Nya dipenuhi dengan segala kemuliaan. Penglihatan kedua tertuju ke arah depan. Simbol ini hendak berbicara tentang kedatangan-Nya kembali namun bukan dengan cara seperti yang pertama. Simbol penglihatan kedua: Dia bukan lagi seorang Bayi yang tanpa daya melainkan sebagai Tuhan yang sudah bangkit dari kematian. Kalau arah penglihatan yang pertama lebih menekankan ‘mengundang’, maka yang kedua lebih ‘menjadi hakim’
Gereja pada masa kini berada pada ketegangan diantara kedua arah tersebut. Di dalam ketegangan tersebut ia juga mesti hidup didalam perspektif iman yang benar. Hidup di masa kini, yang mencerminkan respons manusiawi dalam iman kepada Kristus, sekaligus mewujudkan keimanan tersebut dalam kehidupan yang benar. Pada saat yang sama kita diajak untuk memaknai bahwa hidup bukanlah hanya hidup untuk masa kini tetapi juga demi masa depan. Artinya, kita memiliki arah pandang kehidupan yang bukan hanya hidup yang sekedar duniawi tetapi memiliki perspektif sorgawi. Dan, hal ini adalah sesuatu yang urgen untuk diwujudkan.
Urgenisitas dua perspektif tersebut penting untuk disuarakan lebih keras, terlebih lagi didalam gereja-gereja Protestan. Oleh karena, orang suka beranggapan bahwa gereja-gereja Protestan kurang memberikan perhatian pada perkara Tuhan Yesus yang akan datang kembali. Pengamatan ini tentunya keliru. Gereja Protestan justru memberi perhatian yang serius terhadap hal tersebut. Ini dapat dilihat melalui rangkaian episode kalender gerejawi yang diberi sebutan sebagai ‘minggu adven’, yang dilaksanakan selama sebulan menjelang Natal. Kiranya urgensi dari hal tersebut dapat dirasakan. (Dian Penuntun Edisi 21).
Tinggalkan Balasan