Renungan Minggu, 29 Mei 2016
Kita mengenal istilah Silogisme. Silogisme adalah jenis penalaran deduksi, yaitu upaya menarik kesimpulan dari satu atau lebih pernyataan umum sehingga tercapai sebuah kesimpulan tertentu. Seringkali dalam proses keberimanan, seseorang mengambil kesimpulan-kesimpulan iman dengan menggunakan silogisme, baik disadari atau tidak.
Dalam sebuah diskusi dengan umat, penulis acapkali memerhatikan penarikan-penarikan kesimpulan ini terjadi dengan begitu saja tanpa sebuah refleksi yang mendalam. Sebagai contoh seorang ibu berujar, “Pak, saya pasti dihukum Tuhan dengan sakit yang saya derita. Tuhan sedang tidak menyayangi saya, ia marah pada saya. Namun saya tidak mengerti apa kesalahan saya, Pak. Tolong saya diberitahu, Pak!” Mengapa sang ibu berkata demikian? Ternyata dalam percakapan, ia memiliki pemahaman bahwa sakit adalah bentuk hukuman dari Tuhan. Sekarang ia sakit, maka ia sedang dihukum Tuhan. Silogisme ini bernama silogisme kategoris. Penarikan kesimpulan yang gegabah mengakibatkan ia merasa bahwa Allah membenci dan menghukumnya.
Kehidupan kita seringkali diperhadapkan dengan premis-premis tertentu yang mendorong kita mengambil kesimpulan-kesimpulan iman. Alangkah berbahayanya bila kita belum memiliki cukup waktu untuk berefleksi dengan sungguh dan kehilangan kemampuan untuk menarik kesimpulan iman yang tepat. Bisa jadi, kita akan jauh dari iman yang tunduk pada kuasa dan kehendak Allah.
Kesimpulan iman yang sehat adalah kesimpulan yang lahir dari pengamatan dan refleksi terhadap bukti-bukti kehidupan serta premis-premis kecil iman yang mendorong semakin kokohnya premis umum sebagai fondasi kepercayaan seseorang. Kesimpulan iman yang baik dari silogisme dalam kehidupan akan membawa seseorang semakin hormat pada Allah serta tunduk pada kuasa dan kehendak-Nya.
Sebuah pertanyaan yang dapat dipakai untuk merangkaikan ketiga bacaan dalam tulisan ini adalah ‘siapa yang memiliki kuasa?’ Pertanyaan ini menjadi penting saat kita hendak mengajak umat untuk menghormati Allah dalam kehidupannya. Keyakinan akan kuasa Allah mendatangkan pengharapan yang diwujudkan dalam perilaku nyata. Masing-masing kisah dalam model komplementer ini adalah premis-premis khusus untuk menarik sebuah kesimpulan iman yang kokoh bahwa Tuhan Sang empunya kuasa dan mendorong umat untuk semakin tunduk dan menjalankan kehendak-Nya. (Dian Penuntun, Edisi 22).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- NKB 37:1-3
- PKJ 103:1-3
- NKB 10:1,3
- PPK 164:1-3
- KJ 450
- KJ 376:1-3
Tinggalkan Balasan