Renungan Minggu, 15 September 2019
Cari atau biarkan adalah sebuah pilihan yang seringkali diperhadapkan kepada kita ketika kehilangan sesuatu. Hal untung rugi menjadi sebuah pemikiran atau pergumulan. Jika mencari yang hilang itu lebih banyak rugi bahkan lebih berisiko daripada harus mengganti atau membeli, lebih baik tidak perlu dicari. Apabila kalau kita selalu beranggapan bahwa kita masih memiliki (jumlah yang) banyak. Untuk apa mencari yang hilang? Biarkan saja!
Pilihan cari atau biarkan bisa menggambarkan siapa dan bagaimana seseorang. Seorang yang egois, yang hidupnya memikirkan kepentingan diri sendiri cenderung menganggap diri lebih baik dan berharga dibandingkan orang lain atau sesama. Sehingga sangat mudah bagi orang itu untuk menghakimi orang lain yang dianggapnya tidak layak dan tidak baik itu. Seorang yang egois suka sekali kesal dan akan bersungut-sungut terhadap orang lain itu ketika orang lain itu mendapat kebaikan, belas kasihan, dan pengampunan Allah.
Dalam pemahaman iman Kristen, kita diajak untuk tidak hanya memikirkan kepentingan dan keselamatan diri sendiri, tetapi juga memikirkan kepentingan dan keselamatan orang lain. Keberhargaan seseorang tidak ditentukan oleh jumlah atau berapa banyak yang dimilikinya. Ia bukan benda. Ia manusia. Ia bernilai dan berharga. Allah tidak menghendaki seorang pun tersesat dan hilang, itu sebabnya, Allah mencari yang tersesat dan yang hilang.
Mencari yang tersesat atau yang terhilang dan memelihara (penggembalaan dan menggembalakan) yang masih ada, seharusnya menjadi tanggung jawab setiap orang percaya (gereja), bukan hanya pendeta, penatua, dan aktivis.
(Dian Penuntun Edisi 28).
Tinggalkan Balasan