Renungan Minggu, 5 Januari 2014
Betapa menggembirakan saat kita mengawali minggu pertama di tahun ini dengan suatu kesadaran bahwa Allah ikut campur dalam kehidupan kita. Saat kita dihadapkan pada kesulitan yang seolah tanpa akhir, seringkali kita menengadah ke atas dan bertanya: apakah Allah peduli dan mengerti? Demikian pula saat kita merasakan kesendirian dan kesepian yang dalam, di mana tak seorang pun mengerti kita, kita bertanya: apakah Allah peduli dan mengerti? Saat kita dihadapkan pada ketidakpastian akan masa depan, kita juga bertanya: apakah Allah peduli dan mengerti? Saat kita melihat ketidakadilan di mana-mana, bahkan ketidakadilan itu juga menimpa kita, kita kembali bertanya: apakah Allah peduli dan mengerti? Jawaban untuk semua pertanyaan ini adalah Allah turut campur dalam hidup kita, bahkan Dia berdiam di antara kita. Kebenaran ini sangat membesarkan hati, kontras dengan pandangan deisme maupun konsep fatalisme yang dianut sebagian orang.
Deisme membuat banyak orang kehilangan pengharapan, selain berjuang pada kekuatannya sendiri. Bukankah segala sesuatu sudah ada hukum dan aturannya? Jika manusia melakukan kesalahan, maka sudah sepantasnya manusia menanggungnya. Allah tidak bisa diminta tolong atau apa pun, karena Dia sudah selesai melakukan tugasNya. Ia tidak ikut campur lagi dalam jalannya kehidupan ini. Fatalisme atau kepercayaan mengenai takdir juga membawa keputusasaan. Jika segala sesuatu sudah diatur dan ditetapkan, lalu masih adakah ruang bagi sebuah semangat dan harapan?
Dia berdiam di antara kita mengisyaratkan rahmat Allah yang tak tertandingi oleh apa pun. Siapakah kita, sehingga Dia, Allah yang tak terbatas, membiarkan diriNya berada di tengah kita yang serba terbatas? Dia berdiam di antara kita juga menunjukkan kasih sayangNya yang tiada tara. Siapakah kita, sehingga Dia menjadikan kita sebagai anak-anakNya, dan memperkenankan kita memanggilNya sebagai Bapa? Nyata sekali bahwa Dia menghendaki hubungan yang dekat dengan kita.
Undangan untuk merayakan dan menghayati keberdiaman Allah di tengah kita saat ini kita imani melalui Perjamuan Kudus. Inilah tanda yang kelihatan mengenai campur tangan Allah yang tak pernah selesai dalam hidup kita. Maka respon kita yang seharusnya adalah membuka hati dan menyadari ketidakberdayaan kita, sekaligus kebutuhan kita akan Allah. (Dian Penuntun edisi 17, hal. 85-86).
Tinggalkan Balasan