Renungan Minggu, 13 Desember 2020 – Advent III
Dalam tradisi Gereja, Minggu Advent ketiga melambangkan sukacita di tengah penantian. Pada masa Advent dinyalakan lilin-lilin berwarna ungu, sebagai simbol penantian dan pertobatan, yang mengingatkan kita bahwa kita sedang menanti kedatangan Tuhan. Selain ungu, gereja juga menyalakan lilin berwarna merah muda/rose pada Minggu Advent ke-3. Lilin merah muda pada Minggu Advent ke-3 ini melambangkan sukacita karena masa penantian telah berjalan setengahnya dan akan berakhir. Karena itu Minggu Advent ke-3 disebut Minggu Gaudete atau “Sukacita.” Lilin merah muda ini melambangkan sukacita dan harapan di tengah penantian dan pertobatan. Gereja sudah setengah jalan menjalani masa Advent, dan karena itu ada sukacita dan pengharapan akan sukacita yang lebih besar yang akan kita rasakan dengan kedatangan Kristus.
Memang pada Minggu Advent ke-3 kita bersukacita, tetapi kita tetap ada pada masa Advent. Oleh karena itu, sukacita ini sebaiknya tetap dimaknai dalam kerangka penantian, sehingga sukacitanya tidak kebablasan. Dengan demikian kita tetap bertekun dalam pengharapan dan membuat penantian kita semakin bermakna dan semakin indah. Ada harapan, perasan gelisah, sukacita, tegang; ada rasa yang menggetarkan tapi sekaligus menggemarkan; ada perasan yang bercampur dan tetap kita nikmati, karena kita tahu Ia akan datang.
Namun demikian, masih banyak orang Kristen yang tidak sabar dalam penantian dan merayakan Natal pada Masa Advent. Alasan-alasan praktis dikemukakan, seperti ingin berlibur bersama keluarga sampai tahun baru sehingga tidak ingin ada perayaan sesudah tanggal 25. Alasan lain juga karena banyak yang berlibur, maka sedikit orang yang datang setelah tanggal 25. Tetapi yang perlu kita pertanyakan apakah memang perayaan-perayaan Natal itu merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi? Lalu, siapakah fokus perayaan itu? Tuhan yang datang atau kita? Kita mau menyambut Tuhan yang datang atau mau memuaskan keinginan dan menunjukan eksistensi diri kita? Ini terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari, ketika orang-orang menganggap dirinya paling utama menuntut agar kepentingan dan keinginannya selalu dituruti, dan hanya berpusat pada diri sendiri.
Perenungan firman Tuhan pada Minggu Advent ke-3 ini mengingatkan umat untuk menempatkan segala kepentingan dan keinginan kita di bawah kemuliaan Tuhan. Bacaan Injil memperlihatkan bagaimana Yohanes Pembaptis yang dianggap sebagai Mesias atau manifestasi Nabi Elia menolak anggapan itu dan menggarahkan umat untuk melihat Kristus yang lebih mulia daripada dirinya. Dengan memperhatikan Bacaan Pertama, umat pun dapat belajar dari Nabi Yesaya yang menempatkan dirinya sebagai utusan Tuhan yang memberitakan keselamatan dan pemulihan dari Tuhan. Melalui leksionari Minggu ini, umat mau diajarkan untuk selalu berfokus kepada Kristus yang datang dan menyadari keberadaannya sebagai utusan Tuhan yang memberitakan kemuliaan-Nya. (Dian Penuntun Edisi 30).
Tinggalkan Balasan