Renungan Minggu, 30 Desember 2012
Yesus adalah sebuah misteri. Tak hanya pada identitasNya sebagai Tuhan, tetapi juga pada sepak terjangNya sebagai manusia. Kita tidak tahu banyak tentang kehidupan Yesus. Kita hanya tahu masa berkarya Yesus beberapa tahun menjelang kematianNya di kayu salib, yang pada umumnya disepakati berlangsung selama 3 (tiga) tahun. Itulah sebabnya banyak upaya dilakukan untuk mengenali Yesus yang hidup dalam sejarah.
Injil Lukas adalah injil yang menuliskan masa kecil Yesus. Itupun tidak banyak. Kita hanya menerima kesimpulan yang menyatakan: “Dan Yesus makin bertambah besarnya dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Lukas 2:52). Menariknya, kesimpulan atas masa kecil Tuhan Yesus itu juga kita temukan dalam kisah Samuel kecil. Yang disimpulkan dengan kalimat: “Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan Allah maupun di hadapan manusia” (1 Samuel 2:26).
Apa yang membuat Yesus dan Samuel disukai Tuhan dan sesama? Setidaknya ada dua jawaban. Pertama, Tuhan berinisiatif memilih mereka. Tuhanlah yang pada awalnya “menyukai” mereka. Dalam Mazmur 148, inisiatif Tuhan memilih tak hanya pada pribadi manusia, tetapi juga pada sebuah komunitas, yaitu bangsa Israel. Kedua, mereka berdua meresponi cinta Tuhan dengan cara mencintai Tuhan kembali. Bagai cinta bertepuk dua tangan, itu yang terjadi dalam diri Samuel dan Yesus. Tanggapan cinta itu terlihat melalui ketaatan Samuel, diantaranya dengan penggunaan atribut berupa baju efod dari kain lenan. Pada diri Yesus, hal itu tampak pada saat Ia menyatakan bahwa “… Aku harus berada di dalam rumah BapaKu” (Lukas 2:49b).
Tinggalkan Balasan