Renungan Minggu, 1 Oktober 2017
Banyak orang Kristen menyakini bahwa hanya dengan pengakuan percaya saja kepada Yesus itu sudah menjadi jaminan mendapatkan kehidupan kekal. Tidak hanya berhenti di sini, mereka gemar menghakimi bahwa di luar komunitas mereka tidaklah mungkin mendapat rahmat Allah. Padahal, mestinya keyakinan itu menjadi utuh manakala tidak berhenti pada tataran “merasa diri aman dan nyaman” melainkan menjadi utuh dalam prilaku hidup.
Merasa aman dan nyaman karena sudah percaya membuat orang terlena dan mengabaikan tindakan etis moral dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sedikit orang yang mengaku diri Kristen namun melakukan korupsi, memanifulasi pajak, curang dalam berbisnis, melakukan tindakan kekerasan dan seterusnya, sementara dirinya merasa hal-hal itu bukanlah perkara yang membatalkan keselamatan.
Ternyata Allah tidak menghendaki sikap nyaman seperti ini. Allah menuntut pertanggungjawaban atas setiap perbuatan yang dilakukan manusia. Yehezkiel mengkritik cara pikir orang Israel yang selalu mengaitkan eksistensi mereka dengan leluhur. Yesus menegur pembesar Yahudi yang merasa diri paling benar. Namun, baik Yesus maupun Yehezkiel mengapresiasi dan menjamin bahwa sekalipun orang itu di awalnya disebut orang berdosa dan tidak mendapatkan keselamatan namun kalau mereka bertobat maka merekalah yang akan mendapatkan keselamatan itu. (Dian Penuntun Edisi 24).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 397:1-3
- NKB 114:1-3
- PKJ 41:1-3
- NKB 165:1,3
- KJ 367
- KJ 368
- Keluarga Allah
Tinggalkan Balasan