Renungan Minggu, 26 Agustus 2018 – HUT Ke-30 GKI
Di tengah ulang tahun GKI yang ke-30 ini adalah penting merenungkan kembali keberadaan GKI di tengah kehidupan berbangsa. Mengapa dalam kehidupan berbangsa? Karena identitas GKI terlihat melalui namanya. GKI menyebut diri sebagai Gereja Kristen Indonesia, bukan Gereja Kristen di Indonesia. Itu berarti GKI mengakui diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang beragam.
Ditambah lagi kehidupan berbangsa saat ini membutuhkan peran serta anak-anak bangsanya. Hal ini bukan berarti melibatkan gereja dalam politik praktis dalam arti terjun dalam kancah politik. Lebih mendasar dari itu, peran gereja di tengah bangsa ini adalah mendidik umat untuk terlibat dalam politik secara santun, adil, dan beradab.
Adalah kenyataan yang tak terelakkan, bahwa kerap gereja enggan terlibat dalam dunia politk. GKI sebagai gereja dengan latar belakang suku Tionghoa keturunan seringkali, sedikit atau banyak, alergi terhadap kehidupan politik. Sikap semacam ini tidak datang begitu saja, tetapi berangkat dari pengalaman traumatik yang mungkin dialami orang Kristen keturunan Tionghoa yang kerap disebut double minority ini.
Namun secara apresiatif kita juga memiliki tokoh-tokoh yang berperan dalam kehidupan berbangsa. Sebutlah T.B. Simatupang, Eka Darmaputera, dan nama lain yang keberadaannya turut berdampak dan diperhitungkan dalam aras nasional. Pengalaman ini menunjukkan bahwa GKI, setidaknya secara tidak langsung, telah turut mengambil bagian dalam narasi kehidupan berbangsa.
Kini peran serta GKI sangat dibutuhkan, untuk menjawab tangisan ibu pertiwi yang tercabik-cabik oleh aksi radikalisme. NKRI tengah digerogoti oleh berbagai kelompok – dengan jubah yang beragam – yang hanya berpikir untuk kelompoknya sendiri. Jika selama ini gereja menghidupi eksklusivitas sendirinya, sudah saat gereja berani keluar untuk menghadirkan perannya.
Peran yang dimainkan bukanlah turun ke jalan menggelar aksi tandingan. Berapa sih jumlah anggota GKI? Peran yang jauh dibutuhkan adalah menghadirkan anggota-anggota jemaat yang siap menghadirkan kasih Tuhan kepada semua orang, khususnya yang terpinggirkan. (Dian Penuntun).
Tinggalkan Balasan