Renungan Minggu, 19 Mei 2013 – Pentakosta
Salah satu karunia Roh adalah bahasa Roh. Bahasa Roh seringkali dipahami sebagai karunia yang paling utama, bahkan dijadikan parameter kehidupan iman seseorang. Tidak mengherankan bila di beberapa gereja keutamaan berbahasa Roh menjadi sebuah kebutuhan yang harus dikejar. Seolah-olah, jika seseorang belum memperoleh karunia berbahasa roh maka belum lengkaplah kehidupan imannya. Pemikiran seperti ini memberikan anggapan bahwa bahasa roh wajib dimiliki oleh setiap orang Kristen. Jika ada yang tidak memilikinya, maka patut dipertanyakan mengapa Roh Kudus tidak memberikan karunia berbahasa roh kepada dirinya.
Peranan Roh Kudus menjadi penting dalam kehidupan para rasul dan umat Kristen perdana sejak peristiwa pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta. Salah satu hal yang terjadi di hari itu adalah Roh Kudus memberikan karunia kepada orang percaya, berupa karunia berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain. Jika kita mencermati karunia tersebut, dapat disimpulkan bahwa karunia Roh Kudus adalah kemampuan untuk menterjemahkan pekerjaan Allah dalam bahasa yang dapat dimengerti, dipahami dan diterima oleh yang mendengarkannya.
Karunia seperti ini amat diperlukan pada situasi dan keadaan masyarakat masa kini. Berbahasa, berbicara dan berkomunikasi tentang kebenaran yang dapat dimengerti, dipahami dan diterima oleh yang mendengarkan adalah hal yang penting. Patut kita akui bahwa kemajuan tehnologi dan kecanggihan alat komunikasi tidak serta merta membuat manusia dapat berkomunikasi dengan baik. Sebaliknya, kemajuan yang ada ketika tidak diimbangi dengan tuntunan kebijaksanaan akan berdampak negatif.
Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai umat Tuhan kita dibawa untuk melihat pekerjaan Roh Kudus yang jauh-jauh hari telah memberikan karunia yang amat diperlukan manusia, yaitu berbahasa dalam tuntunan Roh, yakni bahasa yang dipahami menusia dan dipakai Tuhan untuk menyatakan dan menyampaikan kebenaran pekerjaan-Nya. Dengan demikian, sebagai umat Tuhan kita tidak lagi mempertentangkan karunia berbahasa Roh sebagai sebuah bahasa eksklusif antara manusia dan Allah, tetapi kita dapat mengembangkan makna berbahasa Roh sebagai karunia Tuhan yang mau membuka diri untuk berbicara dalam bahasa manusia yang dimengerti, dipahami dan diterima oleh manusia. Kepada semua yang memintanya, Allah memberikannya (Dian Penuntun, Edisi 15).
Tinggalkan Balasan