Renungan Minggu, 1 Desember 2013 – Minggu Advent I
Permulaan tahun liturgi diawali dengan masa Adven, yaitu masa penantian kedatangan Tuhan. Bagaimana sikap kita dalam menantikan kedatangan Tuhan? Dalam Matius 24:37-35 Tuhan Yesus memberikan gambaran sebagai berikut: “Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera”.
Adakah yang salah atau kurang tepat dalam gambaran Tuhan Yesus tersebut? Bukankah kehidupan manusia sejak dahulu selalu dimeriahkan dengan makan – minum dan kawin – mengawinkan? Sampai saat ini kita semua termasuk kehidupan gereja, juga tidak lepas dari tindakan makan dan minum untuk memenuhi kebutuhan utama fisik kita. Kadang-kadang, kita perlu melakukan makan bersama untuk membicarakan sesuatu yang sulit, yang membutuhkan suasana kekeluargaan. Misalnya. untuk menyelesaikan permasalahan dan hubungan antar rekan.
Tindakan kawin – mengawinkan pun tidak pernah lepas dari kehidupan gereja. Bukankah kita bahagia ketika gereja berulang-ulang melaksanakan kebaktian peneguhan dan pemberkatan pernikahan kepada anggota jemaatnya? Bukankah perkawinan merupakan bagian dari rencana dan karya Allah sendiri, yang mempertemukan dan menyatukan dua insan untuk membentuk kehidupan keluarga? Apakah salah ketika anggota jemaat kita menantikan kedatangan Tuhan, makan – minum, kawin – mengawinkan?
Tindakan makan – minum dan kawin – mengawinkan pada hakekatnya bukanlah tindakan yang duniawi. Makan – minum dan kawin – mengawinkan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia dalam kehidupan. Namun makan – minum dapat menjadi suatu hal yang jahat ketika dilandasi nafsu yang membuat manusia menjadi pelahap dan penggelojoh. Demikian pula dengan kebutuhan seks di antara laki-laki dan perempuan. Seks itu dapat diterima dan kudus ketika terjadi dalam ikatan perkawinan antar suami dan istri. Tetapi seks menjadi jahat ketika manusia menggunakannya untuk mengumbar hawa nafsu, tanpa ikatan kasih dan mengabaikan kekudusan Allah.
Masalah utama dalam pemaknaan iman untuk menyambut kedatangan Tuhan bukanlah pada masalah pemenuhan kebutuhan makan – minum dan kawin – mengawinkan, melainkan spiritualitas dan etis moral manusia di balik semuanya itu. Apakah seseorang yang sedang makan – minum dan kawin – mengawinkan tetap memuliakan Allah? atau manusia makan – minum dan kawin- mengawinkan dengan tujuan memuliakan diri sendiri dan mengumbar hawa nafsu? ( YBM – PU).
Tinggalkan Balasan