Renungan Minggu, 12 Juni 2022 – Trinitas
Allah yang esa tidak identik dengan Allah yang tunggal (eka). Esa tidak sama dengan eka. Sebab makna kata “esa” (bahasa Ibrani: ekhad) menunjuk kepada kesatuan setara yang relasional. Sebaliknya kata “eka” (bahasa Ibrani: yakhid) menunjuk pada makna satu secara bilangan. Iman Kristen menegaskan bahwa Allah adalah esa dalam persekutuan kasih yang sehakikat dalam Bapa-Anak-Roh Kudus.
Makna “sehakikat” berarti Bapa dan Firman (Anak) dan Roh Kudus adalah setara dalam keesaan dan keilahian-Nya, setara dalam keesaan dan keilahian-Nya berarti relasi antara Bapa-Firman-Roh Kudus tidak bertingkat (subordinasi). Kristus selaku Sang Anak Allah dan Firman Allah memiliki kemuliaan dan keilahian sejak kekal bersama Bapa dan Roh Kudus.
Dalam doa-Nya Yesus berkata: “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada” (Yoh 17:5).
Persoalan teologis muncul karena di Amsal 8:22 menyatakan: TUHAN telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya yang pertama-tama dahulu kala.” Jikalau Kristus adalah Sang Hikmat Allah, di Amsal 8:22 menyatakan bahwa Ia diciptakan Allah sebagai permulaan pekerjaan-Nya.
Jadi, menurut Amsal 8:22 bila Sang Hikmat Allah diidentikkan dengan Kristus, maka Kristus adalah ciptaan Allah yang pertama sebelum Allah menciptakan segala sesuatu. Dengan penafsiran Kristus sebagai ciptaan Allah yang pertama, maka Arius yang penganutnya disebut dengan Arianisme menyatakan bahwa Kristus tidak sehakikat dengan Allah, tetapi Ia berada di bawah Allah. Konsekuensi logisnya Kristus bukanlah Tuhan.
Benarkah dari Amsal 8:22 menempatkan Kristus selaku Sang Hikmat sebagai ciptaan sehingga Ia tidak setara atau sehakikat dengan Allah?
Kita akan melihat bahwa hakikat Allah yang menyatakan diri-Nya sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus dipahami dalam tindakan/karya-Nya. Iman Kristen tidak melakukan spekulasi filosofi tentang misteri Allah sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus, tetapi menghayati secara ekonomi penyelamatan Allah dalam sejarah kehidupan umat manusia. Melalui ekonomi penyelamatan Allah, umat melihat kesatuan karya penyelamatan-Nya sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus.
Relasi Bapa-Anak-Roh Kudus tersebut bukan dalam situasi mekanis dan impersonal. Sebaliknya Bapa-Anak-Roh Kudus tersebut saling meluapkan dalam cinta-kasih ilahi yang tidak terkatakan. Bapa mengasihi Anak, Anak mengasihi Bapa, Bapa mengasihi Roh Kudus, Roh Kudus mengasihi Bapa, dan Roh Kudus mengasihi Anak, Anak mengasihi Roh Kudus. Melalui kasih yang tidak terputus dalam keesaan-Nya, Bapa-Anak-Roh Kudus meluapkan dengan tarian kasih ilahi. Karena itu Surat 1 Yohanes 4:8 menyatakan: ”Allah adalah kasih.”
Pernyataan “Allah adalah kasih” hanya dapat dipahami bilamana di dalam diri Allah terdapat relasi kasih dengan “Yang Lain.” Relasi kasih Allah dengan “Yang Lain” dinyatakan dalam tarian kasih ilahi antara Bapa-Anak-Roh Kudus. Melalui manifestasi kasih-Nya, Allah menyatakan karya keselamatan dalam kehidupan umat-Nya yang terjadi melalui karya penebusan Kristus dan pengudusan Roh Kudus. (Dian Penuntun Edisi 34).
Tinggalkan Balasan