Renungan Minggu, 14 Juli 2019
Kisah orang Samaria yang baik hati yang terdapat dalam Bacaan Injil pada hari Minggu ke-4 sesudah Pentakosta ini mengingatkan kita tentang bagaimana manusia yang mengasihi Allah semestinya dinyatakan dalam tindakan nyata bagi sesama. Sikap kasih yang dimaksud adalah wujud kepedulian yang tulus dengan tidak menilai dari latar belakang etnis maupun agama yang melekat dalam diri sesama.
Kita hidup di tengah kemajuan teknologi yang membuat hampir semua orang memegang peralatan elektronik. Tentunya lewat kemajuan teknologi itu banyak hal yang semakin mudah dilakukan dalam berkomunikasi tetapi di sisi lain dapat mendorong para penggunanya semakin individualis. Kita sering melihat bagaimana orang begitu asyik dengan peralatan elektroniknya. Sampai tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tidak jarang orang lebih senang membuat dokumentasi ketika melihat orang di dalam bahaya daripada bertindak menolongnya. Tindakan mengabaikan peristiwa tertentu justru sebagai ekspresi menutup hati nurani seseorang dengan mengabaikan orang yang membutuhkan pertolongan.
Melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, Yesus menunjukkan sisi yang berbeda dari sebuah penghayatan beriman yang harus mewujud dalam tindakan yang nyata. Yesus menunjukkan kepada kita hal yang kontras diwakili oleh kelompok Imam dan Lewi di satu sisi dan orang Samaria di sisi lain.
Imam dan Lewi menggambarkan orang yang memiliki mengabaikan seseorang yang membutuhkan pertolongan padahal mereka adalah orang-orang yang diharapkan dapat menunjukkan belas kasih Allah. Sebaliknya, orang Samaria yang dipandang tidak murni dan memiliki cara ibadah yang salah justru memiliki belas kasihan yang menggerakannya untuk melakukan tindakan nyata kepada orang yang selama ini memusuhinya. Orang Samaria ini justru dipakai untuk menunjukkan belas kasih Allah bagi orang yang membutuhkan. (Dian Penuntun Edisi 28).
Tinggalkan Balasan