Renungan Minggu, 8 Januari 2017
Pengurapan dan pemilihan Yesus sebagai anak Allah, yang membuktikan kalau diri-Nya mendapat perkenaan Allah, menggenapi seluruh rencana dan kehendak Allah. Israel sebagai hamba-Nya (atau anak Allah. Lihat: Kel:22-23) gagal memiliki sikap hidup yang berkenan kepada Allah. Tetapi Yesus mampu melakukan itu. Ia adalah hamba Allah yang dijanjikan dalam Yesaya 42:1-9. Ia adalah hamba Allah yang menyelamatkan, sekaligus model sebagai hamba yang taat kepada-Nya.
Jadi, Yesus adalah hamba Allah yang dipekenankan oleh-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam peristiwa pembabtisan yang diterima-Nya. Oleh Dialah umat Israel mendapatkan keselamatan. Oleh Dia juga, karya keselamatan Allah menembus sekat etnosentrisme Yahudi. Di dalam Kristus kita melihat bahwa hamba-Nya menjadi terang bagi bangsa-bangsa (Yesaya 42:6). Karena karya penyelamatan Allah di dalam Yesus, orang yang diperkenan Allah bukan hanya orang Yahudi secara tradisi, tetapi semua bangsa yang berkenan hidup sesuai kehendak Allah, sebagaimana ditunjukan dalam diri Kornelius. Jadi, Yesaya 42:1-9 digenapi dalam diri Yesus Kristus, hamba Allah yang diperkenan oleh-Nya.
Benang merah Teologis ini (hamba Allah yang diperkenan-Nya) bisa diaplikasikan dalam konteks baptisan yang telah dan akan diterima jemaat. Peristiwa pembabtisan Yesus adalah proklamasi bahwa Allah berkenan kepada-Nya. Makna ini juga yang perlu hidup ketika jemaat dibaptis. Mereka dibaptis bukan karena tradisi, sebagaimana orang Farisi dan Saduki secara keliru melakukannya. Sebagaimana Yohanes Pembaptis mengritik mereka (Matius 3:7), maka Allah juga mengkritik ritual baptisan yang dilakukan tanpa penghayatan dan pertobatan. Baptisan bukan tradisi atau kebiasaan. Baptisan adalah tanda pertobatan, di mana melaluinya mereka memproklamasikan diri sebagai hamba atau anak Allah yang diperkenan oleh-Nya. (Dian Penuntun, Edisi 23).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- PKJ 8:1-3
- KJ 5:1,3,6
- KPPK 393:1-3
- KJ 358:1,3
- KJ 363
- PPK 104
- KJ 252:1,2,6
Tinggalkan Balasan