Renungan Minggu, 14 Maret 2010 (Pra-Paskah IV)
Perumpamaan tentang anak yang terhilang ini disampaikan oleh Yesus sebagai respon terhadap sikap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Para pemuka agama itu tidak senang dengan keterbukaan Yesus terhadap kalangan yang disebut ’orang-orang berdosa’. Bagi mereka, sikap Yesus yang mau bersahabat dengan para pendosa, membahayakan ’bisnis dosa’ mereka. Jika orang berdosa begitu mudah mendapat perlakuan yang bersahabat dari seorang tokoh spiritual, siapa yang mau bersusah payah memenuhi syarat-syarat penyucian dosa yang selama ini dijalankan sesuai dengan tradisi?
Bukankah sikap Yesus itu tidak fair bagi orang-orang yang selama ini menjaga hidup mereka dari dosa, dan memelihara standar kesucian dan kesalehan? Lagipula, bukankah persahabatan Yesus dengan orang-orang berdosa akan membuat orang tidak takut lagi berbuat dosa? Moralitas macam apa yang Yesus mau ajarkan?
Sikap seperti ini ditunjukkan oleh anak sulung ketika mengetahui bahwa adiknya telah kembali dan bapanya menerima dia serta mengadakan pesta buat dia. Ia marah bukan hanya terhadap adiknya tetapi juga kepada ayahnya. Ia merasa diperlakukan tidak fair karena selama ini ia telah menjadi anak yang baik, yang melayani dan taat kepada ayahnya. Ia sulit untuk memahami kasih yang dinyatakan ayahnya kepada adik bungsunya karena hatinya penuh dengan iri hati, sinis dan tak berbelas kasihan. Disadari atau tidak, sikap anak sulung ini juga dapat hidup dan berkembang dalam diri kita, apabila kita tidak menyelami kasih karunia Tuhan dalam hidup kita.
Leksionari Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- KJ 457:1,4,5
- PKJ 14 (2x)
- PKJ 250:1-3
- KJ 392:1,3
- KJ 363
- KJ 415:1-2
Tinggalkan Balasan