Renungan Minggu, 20 Februari 2022
Tak ada seorangpun manusia yang dapat hidup sendiri, terlepas dari keberadaan orang lain. Setiap manusia saling terkait satu sama lain karena manusia adalah makhluk sosial. Karena itu, menjadi hal penting bahwa setiap manusia mengetahui cara untuk hidup dengan orang lain.
Baik itu dalam konteks hidup terkecil dalam keluarga, ataupun komunitas, pekerjaan, gereja, bangsa dan negara. Di manapun manusia berinteraksi, baik secara langsung ataupun tak langsung secara online maupun offline; secara pribadi maupun komunal – maka relasi itu perlu dijaga. Sehingga, kualitas hubungan menjadi baik dan menyenangkan.
Adalah hal yang umum. hahwa relasi antar manusia berjalan sccara timbal-balik. Terkadang, hubungan timbal balik itu terjadi secara otomatis, namun juga ada yang perlu diusahakan lebih. Contoh sederhana adalah ketika seseorang tersenvum.
Saat seseorang tersenyum kepada orang lain, maka ada yang otomatis membalas senyum tersebut, sekalipun mungkin orang itu adalah orang yang tak dikenal, atau hanya jumpai saat berpapasan di lorong pasar. Tetapi, bisa jadi juga bahwa senyuman tersebut tidak terbalas dengan senyuman, tetapi dibalas dengan muka datar atau tidak dipedulikan.
Contoh lainnya adalah ketika Seseorang menolong sesamanya, maka pertolongan yang otomatis dibalas dengan ungkapan terima kasih. Tetapi, ada juga pertolongan yang tidak dianggap, atau bahkan kebaikannya dibalas dengan sikap buruk. Lalu, bagaimana seharusnya manusia bersikap kepada sesamanya, ketika perlakukan baik yang sudah dilakukan ternyata tidak mendapat balasan yang semestinya, atau bahkan mendapat balasan jahat?
Setiap budaya dan etika manusia tentu mengajarkan bagaimana hubungan antar manusia bisa berjalan baik dan tepat. Bahkan, dalam ajaran agama-agama ada yang disebut sebagai kaidah emas atau aturan utama dalam hubungan antar manusia. Beberapa di antaranya berbunyi seperti berikut:
– Tidaklah seseorang di antara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri (Lmam Al Bukhari).
– Jangan sakiti orang sebagaimana itu akan menyakiti dirimu (Budha – Udana Varga 5:18).
– Apa yang kita tidak ingin orang lain lakukan kepada kita, jangan lakukan itu kepada orang lain. (Conftucius, Analects 15.23).
Semua kaidah itu mengajarkan hubungan antar manusia agar tercapai keseimbangan di dalam memperlakukan orang lain sebagaimana diri nya diperlakukan oleh orang lain. (Dian Penuntun Edisi 33).
Bacaan Alkitab:
Nyanyian Jemaat:
- NKB 18:1 & 3
- NKB 11:1-2
- KJ 389:1-3
- Mazmur 37:1-11;39-40
- PKJ 213:1-2</li>
- PKJ 212 (2x)
Tinggalkan Balasan